Kamis, 21 Juli 2011

Semua Karena Cinta

Pagi belum lagi tiba, bahkan fajar pun belum menggantikan langit sisa semalam. Segera bangun mendahului ayam jantan yang biasa bertugas memulai hari, bahkan jauh lebih dulu dari petugas masjid sebelum ia membangunkan orang untuk sholat subuh. Aku sudah harus menggigil kedinginan bergumul dengan air kamar mandi. Pagi ini, pagi kemarin dan pagi seterusnya tetap begitu agar tak terlambat tiba di kantor.

Kecup kening istri, usap lembut kepala anak-anak yang masih terbuai mimpi-mimpinya. Usai mengucap salam, diri ini bergegas meninggalkan halaman rumah, membuang sisa kantuk semalam, melangkah cepat menyusuri jalan melewati masjid yang kutinggalkan lebih awal dan menyisakan segelintir hamba Allah yang khusyuk dengan dzikir mereka. Seperti biasa, seringkali kulafazkan dzikirku di perjalanan, sambil merapal beberapa ayat yang masih kuhapal.

Tiba di stasiun kereta api Bogor. Bersyukur jika masih tersisa bangku kosong agar dapat sedikit menuntaskan lelah dan kantuk yang tertunda sejak semalam. Lumayan untuk mengumpulkan energi agar nampak lebih segar tiba di kantor dan meniti hari tanpa menguap. Tapi nyatanya, tak semua yang kita bayangkan akan menjadi kenyataan karena aku lebih sering mendapati kereta dalam keadaan sesak penuh bahkan sebelum kereta beranjak. Maka dimulailah hari demi hari, dan setiap hari dengan berhimpit, berdesak, dan menahan panas, pengap, juga bau keringat ratusan orang di satu gerbong.

Berdiri selama tidak kurang satu jam sebelum tiba di stasiun tujuan, dengan mata terus awas terhadap gangguan tangan jahil. Kalau pun mendapatkan tempat duduk, biasanya tak bisa menikmati dengan bebas karena biasanya baru beberapa menit saja harus tergantikan oleh wanita hamil, ibu yang menggendong anaknya, atau mereka yang lanjut usia dan cacat.

Begitulah aku mengawali pagi. Setiap hari.

Sore. Setelah seharian berkutat dengan tugas-tugas kantor, hampir sama episode yang berlangsung setiap sore dan malam. Adzan maghrib berkumandang sementara kereta belum juga tiba, segera kutinggalkan peron untuk menghadap-Nya. Usai sholat maghrib berlari kembali menuju peron ternyata kereta baru saja lewat dan aku harus menunggu kereta berikutnya seperempat hingga setengah jam ke depan.

Masih dengan suasana yang tak jauh berbeda dengan pagi hari. Berhimpit, berdesak dan menahan keseimbangan, juga berpeluh di tengah kerumunan ratusan orang di sebuah gerbong. Bedanya, aromanya jelas tidak senyaman pagi hari.

Tiba di rumah. Tak jarang kujumpai istriku sudah terlelap lelah setelah seharian mengurus dan mendidik anak-anak. Kuketuk pintu berulang kali. Sekali lagi. Menunggu beberapa saat dan akhirnya, dengan segurat wajah lelahnya istriku membukakan pintu.

Begitulah malam menutup hariku. Setiap hari.

***

Dik, Aku memang harus melupakan banyak waktu bersamamu, melewatkan detik-detik menyenangkan melihat tingkah dan tawa anak-anak. Bahkan aku terlalu sering tak bertemu dengan anak-anak lantaran mereka belum bangun saat aku berangkat dan sudah terlelap sesampainya aku di rumah. Hanya wajah-wajah polos tanpa dosa yang menyambutku dalam lelapnya yang hanya bisa kukecup lembut agar tak membuyarkan mimpinya.

Kulakukan semua itu karena cinta. Cinta kepada Allah yang menganugerahkan cinta dan kehidupan ini, yang memperkenankan aku hidup bersama orang-orang yang mencintaiku. Cinta lah yang tetap membuatku tegar menjalani hidup, seberat apapun itu.

Menjadi Istri yang Selalu Dicintai Suami

Kebanyakan istri beranggapan bahwa mereka berhak atas cinta suaminya. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, karena memang salah satu pilar tegaknya sebuah rumah tangga bahagia adalah adanya mawaddah (cinta) antara suami istri. Tetapi patut direnungkan, bahwa cinta tidak datang dengan sendirinya, dan ketika ia hadir, tidak ada yang dapat menjamin ia akan menetap selamanya. Apa artinya ini? Ya, artinya adalah bahwa cinta memerlukan usaha! Jika ingin suami selalu cinta kepada Anda, Anda tidak boleh hanya diam dan berkata, "lho, dia kan suami saya, otomatis dia mencintai saya dong! Kalau tidak, ngapain dia memilih saya untuk jadi istrinya?"

Bahwa suami mencintai Anda karena Anda adalah istrinya memang betul, tetapi apakah Anda yakin cintanya selalu ada dan terus ada selamanya? Banyak perempuan yang tidak merasa yakin, setelah menjalani kehidupan rumah tangganya sekian tahun, apakah suami saya masih mencintai saya seperti dulu? Karena itu, berhentilah bersikap pragmatis, berusahalah membuat suami Anda selalu cinta, bahkan dari hari ke hari semakin bertambah cinta kepada Anda!

Sebelum membicarakan cara membuat suami selalu cinta, ada satu hal yang menjadi inti persoalan dan tidak boleh dilupakan, yaitu bahwa cinta adalah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-hambaNya, dan inilah yang disebut cinta yang hakiki atau cinta sejati. Allah-lah pemilik cinta, Allah-lah yang menjadikan cinta antara suami-istri. "Dan diantara ayat-ayatNya adalah diciptakanNya untukmu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (QS Ar-Ruum:21).

Karena itu, diatas segala-galanya, seorang istri yang ingin selalu dicintai suaminya hendaknya menyadari bahwa jurus yang paling penting dan efektif untuk meraih itu adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bagaimana caranya? Yaitu dengan berusaha sekuat tenaga untuk mentaati dan menjalankan perintahNya serta menjauhi laranganNya. Dengan kata lain, dengan cara berusaha menjadi seorang muslimah shalihah. Harm bin Hayyan, seorang ulama di masa Khalifah Umar bin Khattab ra berkata, "Tiada seorang hamba yang mendekatkan dirinya kepada Allah SWT, melainkan Allah akan mendekatkan hati orang-orang mukmin kepadanya, dan istri yang senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah, maka Allah akan mendekatkan hati suaminya kepadanya sampai ia mendapatkan cintanya."

Enam Saran Agar Suami Selalu Cinta

Berusaha dengan tulus dan ikhlas 'menyerahkan hidupnya' untuk berbakti kepada suami sambil berharap pahala Allah. Potensi yang dimilikinya, kedudukannya di masyarakat dan kesibukannya beraktivitas diluar rumah tidak membuat dirinya terlena dan lupa bahwa ia memiliki peluang meraih syurga Allah dengan berbakti kepada suaminya. "Apabila seorang perempuan menunaikan shalat, puasa, memelihara kemaluannya dan berbakti, mentaati suaminya, dia akan masuk syurga." (HR al-Bazzar). Istri seperti ini memiliki nilai yang tinggi di mata suaminya dan akan selalu dicintai suaminya.

Berusaha untuk menjadi perempuan yang bersahaja dalam nafkah. Tidak banyak menuntut, menerima dengan rasa syukur betapapun sedikitnya pemberian suami, dan tidak berlebihan dalam membelanjakan nafkah yang diberikan suami. Bila Anda sanggup selalu bersikap seperti ini, cinta suami akan selalu tercurah untuk Anda.

Sederhana dalam penampilan. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa umumnya laki-laki tidak menyukai perempuan yang berpenampilan seronok dengan wajah penuh riasan tebal, sebaliknya kesederhanaan lebih menarik bagi mereka karena menurut mereka lebih memancarkan kecantikan perempuan. Tetapi ini tentu saja relatif, karena itu, kenali kecenderungan suami Anda, apakah ia menyukai penampilan yang wah atau yang sederhana? Kemudian setiap bersamanya, sesuaikan penampilan Anda dengan kecenderungannya itu. "Sebaik-baik perempuan adalah yang menyenangkanmu bila engkau memandangnya, mentaatimu bila engkau perintahkan dan menjaga dirinya dan hartamu bila engkau tidak di rumah" (HR Thabrani).

Berusaha untuk selalu sabar dan tidak menyakiti hati suami. Adanya perselisihan atau perbedaan pendapat diantara suami istri terkadang dapat memicu terjadinya pertengkaran kecil atau besar. Bila Anda menghadapi keadaan ini, ingatlah, Anda sedang berhadapan dengan seseorang yang Allah berikan kepadanya hak yang sangat besar atas diri Anda. "Seorang perempuan belum dianggap menunaikan hak Tuhannya sehingga ia menunaikan hak suaminya." (HR Ibnu Majah).

Karena itu apapun yang bergejolak dihati Anda, berusahalah untuk tetap sabar dan menahan diri untuk tidak menyakiti hati suami Anda. "Tidaklah seorang perempuan menyakiti hati suaminya di dunia, melainkan bidadari calon istrinya (di akhirat) berkata, "Janganlah engkau sakiti dia, Allah membencimu. Sesungguhnya dia disisimu hanya sementara waktu, dan akan berpisah darimu untuk berkumpul dengan kami." (HR Ahmad).

Percayalah, istri yang mampu bersikap seperti ini akan selalu dicintai suaminya.

Dapat mendampingi suami dalam suka dan duka. Roda kehidupan selalu berputar, kadang manusia mengalami saat-saat yang menggembirakan dimana kehidupan berjalan sesuai dengan harapan. Adakalanya manusia mengalami hal yang sebaliknya. Nah, apapun keadaan yang dialami suami Anda, berusahalah menjadi pendampingnya yang setia. Disaat suka menjadi pengingat agar suami tidak terlena, disaat duka menjadi pelipur lara.

Berusaha untuk menjadi partner yang menyenangkan di kamar tidur. Banyak perempuan masih merasa malu untuk bersikap agresif meski kepada suaminya sendiri. Ini karena adanya anggapan bahwa perempuan yang agresif terkesan murahan dan tidak terhormat. Tentu saja anggapan ini tidak berlaku untuk seorang istri yang agresif kepada suaminya sendiri. Belajarlah cara dan teknik menyenangkan suami di tempat tidur dan Anda akan mendapati suami selalu melimpahkan cintanya untuk Anda!

Selamat mencoba! 

Kasih Tanpa Batas

Terlalu banyak kenangan manis yang terekam bersama sosok yang selalu menempati tangga cinta yang tinggi di hatiku. Kemarin malam aku kembali merekam satu lagi kenangan manis itu. Sebuah cinta yang tidak terucap dengan kata-kata. Sebuah kerinduan yang tidak terdengar sebagai suara. Sebuah kasih sayang yang tanpa batas, yang kusimpulkan dari sebuah pemberian yang hampir tak masuk akal.

Sosok anggun yang selalu menempati tangga cinta yang tinggi di hatiku adalah ibuku. Sampai kemarin malam aku masih jauh berpisah dengannya. Tapi jarak tidak pernah membatasi rasa kasih. Tak terasa empat tahun sudah aku berpisah dengannya, menuntut ilmu di negeri Musa, Mesir.

Rombongan pertama mahasiswa baru Al-Azhar dari Persatuan Islam (Persis) baru datang semalam. Merekalah yang membantu Ibuku menyampaikan rasa kasihnya padaku. Seperti para ibu lainnya kepada anak mereka masing-masing. Kehadiran mahasiswa baru selalu membawa kebahagiaan tersendiri. Bahagia karena mendapat teman baru, adik baru, rekan seperjuangan baru, terutama jika mahasiswa baru itu satu daerah dengan kita. Bahagia juga karena mereka selalu membawa "kasih" dan "cinta" yang dititipkan ibuku.

"cinta" dan "kasih" itu kadang berbetuk sepasang baju baru dan makanan ringan khas, kadang juga berbentuk buku-buku, dan sebagainya. Yang paling membahagiakan adalah untaian kata-kata yang ditulis oleh keluarga, surat dari ibu, ayah, saudara selalu memberi kesan yang sangat mendalam. Tak terasa tiba-tiba ada air mata yang menitik di pipi. Dan kerinduan yang demikian menggelembung sedikit terobati. Dan semangat yang terkadang redup kembali menyala terang. Dan malam-malam penyambutan mahasiswa baru pun jadi memiliki warna tersendiri bagi mereka yang menerima titipan cinta dan kasih dari orang-orang terkasih mereka.

Aku sendiri kemarin malam merasakan hal tersebut. Dan untuk tahun ini bentuk "cinta" yang dikirimkan ibuku sangat berbeda dari biasanya. Biasanya, aku selalu mewanti-wanti kepada keluargaku untuk tidak mengirimiku makanan, aku lebih memilih dikirimi buku-buku terbaru. Tetapi malam kemarin, "cinta" titipan ibuku bukan hanya maknanan, tapi makanan kesukaanku. Ayam goreng kelapa, sambal tomat, sambal goreng tempe kering, plus krupuk ikan tenggiri, lalap, dan buah untuk cuci mulutnya. Semuanya dengan resep Warung Nasi Seni Rasa, warung nasi kebanggaan keluarga kami.

Teman-temanku ribut mengetahui aku mendapatkan titipan yang begitu banyak. Mereka ribut karena tahu sebentar lagi aku akan pulang, S1-ku selesai tahun ini. Ya, begitulah, aku sendiri surprise dengan "cinta" yang dititipkan ibuku. Apakah beliau lupa, putera yang dikiriminya itu berada di Mesir, hingga tidak merasa takut makanan basah yang dikirimnya basi? Tapi kayaknya ibuku tidak lupa, beliau telah memperhitungkan kualitas masakannya dengan jarak waktu yang dihabiskan dari Garut sampai Mesir. Hasilnya, 95% makanannya selamat dan bisa disantap bersama malam itu juga.

Dalam surat singkat yang menyertai titipan itu, ibuku berpesan, "Ummi tau ini lauk kesukaan zamzam, masaklah nasi yang banyak, terus ajak teman-teman untuk makan bersama. Itung-itung perpisahan sebelum zamzam pulang. Jangan lupa diphoto ya..."

Subhanallah, sampai sejauh itu ibuku memikirkanku. Padahal putera-puterinya ada tiga belas orang! Ah, aku sadar, ibu memang memiliki kasih yang tiada batas. Aku pun menuruti permintaan ibu. Memasak nasi yang cukup banyak dan mengajak semua kawan yang sedang berkumpul di rumah untuk makan malam bersama. Semua merasa senang. Sebagian yang sudah kenal dengan masakan ibuku, mengaku teringat dengan nostalgia ketika mereka makan di Warung Nasi Seni Rasa, Garut.

Cinta ibu tiada batas luasnya. Bagi ibu, batas yang bisa menghalanginya untuk memberikan kasih sayang kepada putera-puterinya tidak pernah ada. Tidak hanya jarak yang bisa ditembus oleh kasih sayang seorang ibu. Bahkan dinding emosi yang bagaimanapun tebalnya, bagi seorang ibu bukan batas yang menghalanginya untuk memberikan kasih sayang. Mungkin seorang anak sudah beribu-ribu kali menusukkan rasa sakit di hati sang ibu, tapi itu bukan alasan baginya untuk membatasi rasa kasih dan sayangnya. Pantas Allah dan Rasulul-Nya menempatkan seorang ibu pada tempat yang mulia di mata anak-anaknya, sangat pantas sekali. Karena mereka memiliki satu hal, kasih tanpa batas.

Untuk Ummiku, Jazakillah khairan katsiran atas semua kasih sayangnya. Nanda takan pernah sanggup membalas semua pemberianmu. Tapi yakinlah, nanda kan berusaha menjadi yang terbaik di mata Ummi dengan menjadi yang terbaik bagi umat, tentu di atas semua itu Allah adalah yang pertama. Nanda selalu ingat harapan Ummi agar nanda menjadi pengganti para pahlawan pembela Islam dan negeri Indonesia. Semoga Allah memberi kekuatan kepada nanda. Amin. 

MUTIARA

Mutiara. Awalnya ia bukan apa-apa. Hanya butiran pasir dan debu kotor yang tak ada harganya. Waktu yang kemudian membentuknya: detik demi detik, di kedalaman samudera, dalam kegelapan cangkang makhluk-Nya. Dengan proses yang demikian panjang dan pelan, penuh kesabaran. Pun kemudian, keindahannya juga tak dapat segera dinikmati begitu saja. Karena ia harus dijemput di kedalaman lautan, dikeluarkan dari rumahnya yang kokoh dan dibersihkan, disepuh dan diolah hingga menjadi perhiasan istimewa. Sungguh sebuah proses yang panjang dan melelahkan, bahkan bukan tidak mungkin terhenti di tengah jalan.

***

Mungkin engkau pernah merasa dirimu bukanlah apa-apa saat ini. Bahkan bisa jadi lebih dari itu, engkau membenci dirimu sendiri, sebagai manusia tak berguna, makhluk sia-sia. Begitu banyak kekurangan, begitu banyak kesalahan dan keburukan. Apalagi ketika kau melihat orang lain yang nampak begitu sempurna dan memiliki begitu banyak kelebihan, rasanya engkau makin ingin tenggelam. Mengapa orang lain memiliki begitu banyak kelebihan sedang aku tak memiliki apa-apa kecuali kekurangan? Mengapa aku buruk sedang orang lain cakep? Mengapa orang lain berhasil dan aku selalu gagal? Mengapa orang lain kaya dan aku miskin? Serta beribu 'mengapa' lainnya yang akan membuat kita kecewa dan terluka, serta terpaku pada kekurangan-kekurangan yang kita miliki.

Padahal, saya percaya, setiap kita tahu dan yakin, bahwa Allah tidak mungkin menciptakan makhlukNya hanya dengan kekurangan saja atau kelebihan saja. Hanya dengan madharat saja tanpa manfaat atau sebaliknya. Pun kita manusia, pastilah memiliki keduanya dalam porsi yang imbang. Dia yang maha kuasa membekali manusia dengan segala kelebihan, menjadikan setiap insan memiliki keistimewaan. Hanya saja proses hidup yang kita alami mungkin telah membuatnya hanya menjadi potensi terpendam, tak muncul ke permukaan, bahkan mungkin ia, sekalipun ia pernah muncul di masa kecil kita, kemudian terkubur oleh segala tekanan dan rintangan.

Padahal, ibarat mutiara, kita tak dapat menjadi berharga begitu saja. Kita butuh waktu untuk membentuknya. Kita butuh proses panjang untuk mendapatkan keindahannya. Dan proses ini, butuh ketelatenan dan kesabaran.

Ya, sesungguhnya setiap kita adalah mutiara yang memiliki pancaran keindahan kita masing-masing, seperti apapun adanya kita pada awalnya. Kita hanya harus menyepuhnya untuk membuatnya menjadi berharga. Dan proses menyepuh ini, banyak cara dan jalannya.

Rintangan, hambatan, pengalaman, pembelajaran, baik oleh diri sendiri maupun oleh orang lain, tidak akan menjadi masalah. Karena pada dasarnya kita adalah mutiara. Kita hanya harus berusaha semaksimal kita, membuka mata, buka telinga dan buka hati.

Hanya satu awal yang perlu kita lakukan: itikad dan keyakinan untuk menjadi mutiara. Sungguh saya ingin menjadi mutiara, melalui berbagi dan berbakti pada sesama. Engkau? Menjadi mutiara seperti apa yang engkau inginkan? 

Aku Makin Cantik Hari Ini

Tahukah engkau, aku makin cantik hari ini! Sungguh, aku makin cantik! Lebih cantik dari kemarin, dari kemarinnya lagi, dan dari kemarin-kemarinnya lagi. Coba lihat, dahiku tidak berkerut-kerut oleh pikiran dan kepedihan seperti beberapa hari yang lalu. Bibirku tidak mengerucut oleh kejengkelan dan kemarahan seperti kemarin. Mukaku tidak lagi tertekuk penuh beban dan beBeTean seperti waktu-waktu yang lewat. Tubuhku tidak lagi lesu karena keputus asaan dan kehilangan harapan.

Sungguh, aku makin cantik hari ini! Coba perhatikan, mataku bersinar-sinar oleh kegembiraan. Bibirku merekah lebar oleh senyum ketulusan. Pipiku merona merah oleh semangat pengharapan. Urat-urat wajahku santai memancarkan aura kepasrahan. Dan semuanya menjadikan wajahku berseri-seri. Sungguh, cantiknya aku hari ini!

Sudah sepekan aku banyak tertawa, menari dan menyanyi, menikmati hidup ini dan tidak membiarkan permasalahan mempengaruhi suasana hati. Ah, cantiknya diriku karenanya. Sudah sepekan aku berusaha banyak menyapa dan memaafkan semua saudara. Dan itu telah membuatku lebih cantik hari ini. Sudah seminggu aku berusaha lebih banyak berderma pada sesama. Kini aku merasakan cantik sebagai balasannya. Sudah seperempat bulan aku berusaha lebih mensyukuri setiap karunia Ilahi. Dan kini kurasakan Allah menambahi nikmat itu dengan menjadikanku cantik sekali.

Bahagianya aku karenanya! Dan bahagia itu, kurasakan kian membuatku cantik saja.

***

Ada kalanya kita membenci diri kita sendiri. Ada kalanya kita tidak menyukai apa yang kita lakukan. Ada kalanya kita melakukan kesalahan. Ada kalanya kita terpuruk dalam kepedihan. Ada kalanya kita tenggelam dalam kesedihan. Ada kalanya kita tak mengerti mengapa hidup berjalan tidak seperti yang kita bayangkan. Ada kalanya perjalanan menjadi demikian berat kita rasakan. Hingga sikap kita pun terbawa oleh perasaan.

Hingga kita mengambil langkah tanpa pertimbangan. Tindakan yang dilakukan pun merupakan reaksi spontan. Akibatnya yang tertinggal kemudian hanya penyesalan dan keterpurukan yang semakin dalam. Dan tahukah dikau? Semua itu akan menyebabkan penampilan dan tampang kita menjadi makin buruk saja.

Maka berbahagialah ketika kita bisa melewati masa-masa seperti itu dengan elegan. Saat kita bisa menahan diri terhadapa sesuatu yang sangat kita inginkan. Saat kita bisa menghadapi segala permasalahan dengan tenang.

Saat kita berhasil menaklukkan musibah dan hambatan penyebab kesedihan. Hidup tidaklah berjalan seperti yang kita inginkan, karena itu melewati saat-saat yang tidak meneyenangkan adalah sebuah hal yang membahagiakan. Misalnya, sesungguhnya aku adalah seorang yang sangat emosional. Adalah membahagiakan bagiku ketika dalam banyak hal akhir-akhir ini aku dapat meredam emosiku.

Dan itu membuat aku merasa cantik sekali. Aku adalah seorang yang sangat ekspresif, sehingga perasaan apapun yang tersimpan di hati akan nampak dengan jelas pada bahasa tubuh. Maka sungguh membahagiakan ketika dalam banyak hal kemudian aku dapat menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya dan dapat tetap tampil stabil.

Dan sungguh, aku merasa makin cantik karenanya. Adalah hal yang menyenangkan ketika aku tidak panik, padahal aslinya aku adalah seorang yang gampang panik. Maka sungguh menyenangkan, ketika aku dapat mengontrol semua emosi, pikiran dan perasaan sehingga berhasil mengatasi diri sendiri. Betapa membahagiakan tatkala kita berhasil mengalahkan diri sendiri. Ketika aku dapat melakukannya, maka ini adalah pencapaian terbesar dalam hidupku.

Hingga kemudian kegagalan-kegalan yang telah kita lalui bukanlah sesuatu yang sia-sia. Selama kita tak kehilangan pelajaran dari kegagalan yang kita alami, semua itu akan menjadi bukti sejarah atas pembelajaran hidup. Rasulullah bersabda, sesungguhnya seorang muslim yang terbaik bukanlah yang tidak pernah berbuat kesalahan, namun mereka yang tiap kali melakukan kesalahan mengakuinya, menerimanya dan kemudian berusaha bangkit untuk memperbaikinya, lagi dan lagi. Tak perlu ada sakit hati, tak perlu ada kecewa karena sesungguhnya segala sesuatu bagi orang muslim adalah baik saja, selama dia bersyukur tiap mendapat nikmat dan sabar saat tertimpa musibah.

Karena itu, dengan bangga kunyatakan, aku makin cantik hari ini. Apakah engkau juga? Hei, jangan lupa, ingatkan daku jika engkau melihatku lebih jelek esok hari! 

Saat Hati Telah Mati

Suatu kali, saya mendengar seorang teman baik saya menceritakan pengalamannya. Mengenai obrolannya dengan seorang supir taksi. Si supir rupanya baru pertama kali menjalani pekerjaan sebagai seorang supir taksi. Sebelumnya ia pernah bekerja di sebuah perusahaan negara, dan memiliki penghasilan yang lebih dari cukup. Maka, teman saya pun merasa heran. Mengapa kini ia memilih berprofesi sebagai supir taksi.

"Habis, saya dipecat dari perusahaan itu, neng"

"Wah, kenapa tuh, bang? Kok bisa dipecat? Apa karena efisiensi karyawan ya?"

"Oh, bukan, neng! Saya dipecat gara-gara ketahuan korupsi."

Kontan teman saya terbelalak. Kaget. Supir taksi tersebut mengatakannya sambil terkekeh-kekeh. Tak terlihat ada rasa malu atau penyesalan dari raut wajahnya. Begitu cerita teman saya.

"Terus, keluarga di rumah gimana, bang?" Teman saya pun bertanya kembali, masih dengan perasaan bingung.

"Oh, ... ya nggak apa-apa, neng. Biar dipecat juga, kan saya udah punya rumah. Ya, hasil korupsi itu tadi. Ya, udah puas lah saya. He he he ..."

Saya yang mendengar cerita itu, ikut bingung ingin berekspresi seperti apa. Ingin tertawa, sebab kok ya ada orang yang sudah berbuat salah tetapi malah bangga dengan kesalahannya. Merasa kesal, kalau saja saya yang mendengar langsung cerita itu, mungkin si supir sudah saya ceramahi habis-habisan. Pun kasihan, dengan seseorang yang tak lagi bisa membedakan perbuatan baik dan buruk. Atau sebenarnya ia bisa membedakan dan tahu jelas sanksi yang menjadi konsekuensinya, tetapi ia telah demikian tergiur hingga tak lagi peduli sebab harta sudah di tangan.

Sejenak kemudian saya membayangkan, apa jadinya bila hal itu menimpa diri saya. Bila nikmat harta itu terpampang di depan diri saya ini, apakah sanggup saya mempertahankan keimanan untuk tidak sedikit pun menjamahnya? Sebab saya tak pernah tahu dan seringkali tak menyadari saat hati ini perlahan mulai melemah. Ketika secara tak sadar, diri saya mulai memaklumi kesalahan-kesalahan kecil yang saya perbuat. Ketika pelan-pelan kemalasan mulai menarik diri ini dari kedekatan pada-Nya. Sampai benar-benar jauh, sampai tak lagi bisa merasakan apa-apa.

Saat hati kita telah mati, maka bisa jadi, seberapa pun usaha kita untuk melongok, melihat ke dalamnya-ia tak berisi. Untuk setiap kesalahan kecil yang kita perbuat, untuk tiap detil kemaksiatan yang terlakukan baik sadar maupun tidak, untuk pemakluman terhadap menumpuknya sudah segala bentuk kebiasaan-kebiasaan buruk kita, untuk dosa besar sekalipun, bila hati ini telah mati, maka ia tak lagi bisa memberontak, bahkan untuk sedikit saja tergerak.

Mungkin dalam alam bawah sadar, kita akan bertanya,

Wahai hati, mengapa tak lagi kudapat rasakan kelezatan itu.
Getaran saat diucapkan nama-Nya.
Rasa yang merayap melebihi biasa, ketika kudengar ayat-ayat-Nya.
Atau pedih kala kuingat kembali, betapa penuh dosa diri ini.
Pula sergap rasa takut yang menjelang, sewaktu kusadari kobar neraka tak kan henti menyala.

Duhai hati, kian kesatkan dirimu kini?
Apakah ini saatnya engkau mati?

Duhai rindu, datanglah kembali ...

Saat itu, setelah teman saya selesai bercerita, saya langsung bergidik. Ngeri, membayangkan bila itu terjadi pada diri saya. Saat itu, saya bilang padanya,

"Nanti, kalau gue udah mulai 'bandel', elo harus jadi orang pertama yang ngingetin gue, ya !!!" 

Bukan Tidak Menyayangimu

"Maafkan, ini yang terakhir semoga semua akan lebih baik suatu saat nanti," Kututup telepon dengan perasaan bersalah yang dalam. Karena pada hari ini aku telah membuat suatu dosa dengan menutup jalur komunikasi dengan seorang sahabat. Bukan karena aku tidak menyayanginya tapi karena menjalani kehidupan sesuai dengan jalan yang dipilih masing-masing adalah yang terbaik.

Dia sahabatku, sampai kapanpun aku tidak lupa akan itu, seorang sahabat yang mengingatkanku akan harta paling berharga yang kubawa yaitu Islamku. Seorang sahabat yang kerap menamparku dengan kata-kata sinis bahkan pedas ketika aku melakukan kesalahan. Teman yang mengatakan "Munafik!" saat aku tidak konsisten terhadap kata-kataku bahkan "materialistis!" pun pernah terlontar dari dirinya.

Diskusi yang keras sering kali terjadi, tapi pada akhirnya akan berakhir dengan sebuah kata-kata bahwa sahabat adalah orang yang menampar kita ketika kita bersalah bukan karena benci tapi karena rasa saling menyayangi sebagai saudara.

Dalam perjalanan persahabatan sebuah kesadaran akan identitas diri akan menyeruak, bertarung dengan ego, dan identitas diri. Dan sebuah kegagalan telah tercatat, hamba yang lemah ini tidak sanggup menjaga niat. Persahabatan itu berubah dan perubahan itu tidak sanggup untuk dimaklumi. Proses yang berlangsung sebagai sarana belajar telah menjadi sebuah kekaguman yang menyebabkan diri memaksa menjadi serupa dengan orang yang dikagumi. Keyakinan akan diri sendiri goyah karena perasaan manusiawi. Dan sebuah perjalanan sampai pada keputusan, pergi atau menyesali diri.

Kesadaran bahwa dalam sebuah proses pencarian jati diri seharusnya dilakukan karena Allah membuat diri yang lemah ini malu, betapa perasaan insani telah menyeruak mengalahkan hati nurani.

Kesadaran yang muncul saat perasaan tertekan itu hadir adalah suatu kemustahilan berusaha menjadi seseorang yang lain. Rasa malu yang dalam menyadari ketidak ikhlasan diri menyeruak dalam hati. Perasaan malu sebagai seorang hamba membuat sebuah keputusan harus diambil, semuanya harus berakhir. Maka sebuah permintaan maaf pun mungkin takkan pernah bisa menghapus dosa.

Sungguh sahabat, tidak menyayangimu bukanlah alasan keputusan ini. Tapi kesadaran penuh bahwa seorang manusia harus menjadi dirinya dalam sebuah perjalanan membangun pondasi kehidupan membuat diri ini malu karena tidak sanggup untuk menetapkan tekad. Tapi kesadaran bahwa kebersamaan adalah suatu jalan untuk mengaburkan makna perjalanan mencari-Nya.

Percayalah sahabat, di manapun dirimu berada kau adalah sahabatku, karena sahabat ada dalam perjalanan waktu dan mendoakanmu meski dari jauh.